Home » Belanda Akui Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Ini Pendapat Sejarawan UGM
Asia History Indonesia News

Belanda Akui Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Ini Pendapat Sejarawan UGM



TEMPO.COJakarta – Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, menyatakan Belanda mengakui “sepenuhnya dan tanpa syarat” Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Menurut sejarawan Universitas Gadjah Mada (UGM), Wildan Sena Utama, apabila pernyataan tersebut diikuti dengan pernyataan resmi negara, dampaknya bisa meluas ke dalam banyak hal.

“Bila pernyataan Rutte di Tweede Kamer ini diikuti oleh pengakuan resmi pemerintah Belanda terhadap kemerdekaan Indonesia, dampaknya akan holistik ke banyak hal,” kata Wildan secara tertulis kepada Tempo, Sabtu, 17 Juni 2023.

Menurut Wildan, pengakuan resmi pemerintah Belanda akan memiliki konsekuensi bahwa rekolonialisasi di Indonesia setelah Agustus 1945 merupakan intervensi politik dan militer terhadap kedaulatan sebuah negara merdeka yang sah.

“Apa konsekuensinya secara politik dan hukum internasional atas intervensi ilegal yang dilakukan oleh Belanda? Ini yang menjadi perdebatan di parlemen Belanda dan publik Belanda, dibandingkan Indonesia menurutku yang lebih adem ayem,” ujarnya.

Wildan mencontohkan, perdebatan yang akan muncul adalah pandangan terhadap hal yang dilakukan Belanda pada masa Revolusi. Indonesia memandang hal tersebut sebagai “kejahatan perang”. Sementara itu, Belanda memandang hal tersebut sebagai “kekerasan ekstrem”.

“Rutte bilang ini bukan kejahatan perang secara yuridis karena Konvensi Jenewa baru ada 1949, secara moral mungkin ya,” katanya. “Ini bisa minta pendapat ahli hukum internasional dari Indonesia supaya penjelasannya lebih clear. Sebab setahu saya sebelum 1949, ada military tribunal dan Konvensi Den Haag yang bisa dipakai landasan.”

Belanda, lanjut Wildan, tidak bisa lagi mengajarkan 1949 sebagai penanda kemerdekaan Indonesia. Buku-buku teks pelajaran sejarah di sekolah atau narasi resmi negara harus menggunakan 1945 sebagai tahun kemerdekaan Indonesia. Hal ini, kata dia, akan berdampak secara lebih terasa ke publik luas.

“Kalau di kampus saya kira sudah banyak sejarawan Belanda yang kritis terhadap hal ini dan menggunakan 1945 sebagai tahun Indonesia merdeka,” ucapnya.

Wildan menambahkan, sikap kritis, terbuka, dan jujur terhadap sejarah Indonesia dan Belanda di masa lalu itu tidak hanya akan memperkuat hubungan secara diplomatik kedua negara, tetapi juga masyarakat di bawah, misalnya, antara akademisi Indonesia dan Belanda.

Wildan mengatakan dialog dengan melibatkan akademisi Indonesia dan Belanda perlu lebih banyak dilakukan. “Dengan titik pijak itu, kita melangkah ke depan tanpa memikul beban. Dialog atau diskusi tentang isu-isu yang sensitif dan krusial dengan pikiran terbuka akan lebih mudah diadakan,” ucapnya.

Sumber : Tempo

Translate